Aku telah Ber-Kurban

Kamis, 24 September 2015

Kurban : Korban : n, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti persembahan kepada Tuhan, menyatakan kebaktian, kerelaan hati dan sebagainya orang yang menderita kecelakaan. Kata serapan dari bahasa arab tersebut memiliki arti yang mendalam pun juga jika ditilik dari segi sejarahnya. Tapi saya tidak akan mengupas mengenai sejarah dari cerita qurban dalam agama Islam, melainkan saya akan sedikit dan berusaha mencari kebaikan dalam memaknai kata “kurban” tersebut. Yang dalam bahasa Indonesia sering kita pakai sehari-hari menjadi menjadi sebuah kata “salah kaprah”.

Salah Kaprah
Korban yang sering dimaknai kebanyakan orang hanya sebgai sebuah kata untuk mengungkapkan seorang yang tengah mengalami penderitaan dari sebuah kecelakaan atau sebuah kerugian, yang ternyata dalam KBBI kata Korban sama halnya dengan Kurban yang memiliki makna yang lebih luas. Sebuah bentuk pernyataan kebaktian pada Tuhan, sebuah bentuk sikap kerelaan atas sebuah persembahan, bentuk ungkapan cinta. Makna tesebut tentunya bukan makna yang remeh temeh, sebuah sikap menyatakan, dengan kerelaan hati, yang berarti pula memang tulus. Tulus juga berarti sama sekali tidak meminta untuk kembali, wong Kurban sendiri adalah sebuah bentuk balasan cinta, sebuah sikap timbal balik dari apa yang sudah deberikan.
Akan menjadi sangat lucu ketika sudah diberi cinta, lalu membalas cinta tersebut dengan Kurban, kok masih minta balasan cinta lagi ? Perkara setelah ber-Kurban akan diberikan cinta lagi kan sudah menjadi soal yang sangat berbeda.

Aku sudah ber-korban/kurban
“ Aku sudah berkorban, tapi kamu malah... ”. Potongan percakapan dari sebuah peristiwa yang terjadi oleh hubungan sepasang pemuda yang tengah mabuk “cinta?”. A yang menganggap dirinya telah melakukan segala apa untuk sebuah balasan yang ia inginkan kecewa setengah mati saat B ternyata tidak memberikan sesuai dengan keinginannya, dan A pun menggapnya sebagai sebuah pengorbanan. Adakah A memenuhi klasifikasi sebagai penderita kecelakaan ? ataukah A bisa dikatakan sebagai orang yang tengah menderita sebuah kerugian ?
Mungkin A bisa memenuhi klasifikasi sebagai orang yang tengah menderita sebuah kerugian, jika saat ia memberikan dan melakukan segala apa kepada B memang berdasar pada suatu motif ekonomi. Yang dalam dalilnya mengeluarkan modal dengan serendah rendahnya, dan meraih keuntungan sebesar besarnya, atau paling tidak impas. Tapi apakah sebuah perasaan akan sah jika dilandasi dengan sebuah motif ekonomi ? kan katanya cinta itu tulus toh ? Jika tulus kok merugi ?
Pula jika ditilik dari segi arti yang satu lagi, Persembahan kepada Tuhan, menyatakan kerelaan hati. Hlo, sebenarnya kita BerKurban pada siapa toh ? pada B atau Tuhan ? Jika pada Tuhan, belum sempat kita berkurban kita sudah diberikan cinta toh oleh Tuhan ? lalu apa itu cinta ? dan kenapa kita selalu mengatakan kita telah berkurban ? atau BerKORBAN ?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Most Reading