teko nek pas butuh

Selasa, 01 September 2015

teko nek pas butuh

Beberapa waktu lalu saya menjemput kawan lama yang saya kenal saat masih memakai seragam putih abu abu, sudah cukup lama kami tak bertemu dan berbincang banyak hal, mungkin ada kalau 4 bulan. Tapi pada kesempatan itu saya tidak banyak berbincang dengannya, karena kebersamaan kami hanya habis diatas motor dan di pasar-pasar tradisional untuk memenuhi tugas kuliahnya, sebab itu juga dia bersedia mampir ke solo. Memang tidak banyak perbincangan serius yang terjadi pada kami saat itu, tapi ada pertanyaan yang menggangu pikiran saya sampai saat ini, dan membuat saya terus mencari jawaban akan pertanyaan sederhana tersebut.

Teko nek pas butuh / Datang pas ada butuhnya saja
Saat itu pertanyaannya terlontar diatas motor, “ Eh, Tem, kowe setuju ra karo ungkapan, ‘teko kok mung nek pas butuh tok’ ? ( eh , tem kamu setuju gak sama ungkapan , datang kok pas cuma butuh aja) . pertanyaan itu saya jawab asal dan cukup cepat, karena saya sendiri sedang berkonsentrasi pada jalan “ aku gak setuju” kira kira seperti itu saya menjawab pertanyaan tersebut, asal, tanpa dipikir ataupun dipertimbangankan. Tapi sampai sekarang masih lekat pada ingatan dan sering mengganggu pikiran saya sendiri. Sampai saya nekat menuliskan ini. Mungkin sedikit berlebihan ketika saya mengatakan bahawa ungkapan ini agaknya mampu akan mempengaruhi seseorang dalam sikapnya menolong manusia-manusia lain karena gagap dengan ungkapan tersebut..

Psikologi seseorang agaknya memang banyak terpengaruh oleh lingkungan sosial, ungkapan yang sedang “ngetren” dan lain sebagainya. Salah satunya adalah ungkapan tersebut, memberi dampak psikologi yang menurut saya sendiri berpengaruh banyak dalam kegiatan tolong menolong, sedangkan tanpa adanya kegiatan saling membantu, manusia mampu apa.

Takut meminta tolong
Ungkapan tersebut juga sempat masuk dalam pikiran saya sebagai ungkapan yang bermuatan negatif, karena banyak yang mengatakan, ungkapan itu terkesan “memanfaatkan” . Tapi baru baru ini kata “memnfaatkan” terdengar sebagai kata kerja yang bermuatan posif ditelinga saya, karena kata tersebut berdasar kata manfaat, yang berarti guna atau paedah, yang diimbuhi me- kan- yang berarti membuat jadi, jadi jika diartikan membuat jadi guna atau paedah. Jika begitu, berarti memanfaatkan adalah suatu kata kerja yang baik, saat orang lain datang pada kita dan memanfaatkan kita, berarti kita sedang dijadikan sesuatu yang berguna, memiliki nilai guna, tapi dalam konteks perbuatan yang tidak menyusahkan orang lain.
Dan bukankah justru kita senang karena kita sedang dipergunakan untuk hal baik, mempunyai paedah baik. Tapi ketika ungkapan itu diberi kesan “memanfaatkan” dalam muatan negatif, saya sendiri jadi takut, takut minta tolong, takut jika malah dipersangkakan buruk oleh orang yang saya datangi untuk saya mintai tolong, takut juga di hardik, “datang kalau cuma butuh saja” atau ”kamu cuma akan memanfaatkan kebaikan saya, kan ? “ itu yang membuat saya ngeri.

Saya sendiri hampir sering, beberapa teman yang tidak begitu akrab tiba-tiba datang dan meminta bantuan, yang saya rasakan malah senang, karena saya merasa bahwa saya masih ada alasan untuk tetap melanjutkan hidup didunia yang fana.

saling tolong menolong
Kebudayaan yang hampir lebur di rung ruang anak muda, kebudayaan yang luntur karena banyak ketakutan untuk saling menolong. Entah siapa yang menyelundupkan kebudayaaan suuzon pada setiap orang yang datang untuk meminta tolong. Bukankah ketika seseorang datang pada kita untuk meminta tolong berarti ia percaya pada kita, bahwa kita berkopeten untuk menolong ia pada permasalahan-permasalahan yang sedang ia hadapi.
Ini memang tinggal permasalahan sudut padang seseorang. Meamang apa guna nya seseorang datang jika ia tidak sedang butuh. Butuh untuk menuntaskan rindunya, butuh untuk bercerita, menyelesaikan segala kebuntuannya dalam menyelesaikan masalah, atau hanya sekedar butuh cerita lucu untuk menghibur hidup yang celaka.

Karena jika saling tolong menolong dalam segi kebaikan terus dilakukan maka hidup akan lebih hidup, karena memang tugas kehidupan atau yang hidup adalah menghidupi. Seperti nyala lilin yang menghidupi yang menghidupkannya dan sekitar dari nyala lilin tersebut.

1 komentar

  1. Dan jangan sampai menyisipkan materi apapun setelah selesai meminta tolong, memanfaatkan, dan kata lain yg bermakna sejenisnya.
    Tolong menolong itu budi pekerti. Bukan materi 😆

    BalasHapus

 

Most Reading